Jumat, 25 Mei 2012

RIVALITAS PERSIB VS PERSIJA

Menarik sekali membahas pertemuan Persib dan Persija karena dua klub ini merupakan dua klub legendaris dan memiliki sejarah besar sejak zaman Perserikatan dulu. Aroma klasik dan dendam selalu mewarnai pertandingan ini. Mungkin tensi pertandingan ini setara dengan Inter vs Juventus di Serie-A atau Barcelona vs Real Madrid di La Liga.

Rentang waktu 1985 hingga 1995 adalah masa keemasan Persib. Sementara Viking yang berdiri tahun 1993 begitu setia mendukung klub kebanggaan warga Jawa Barat itu. Dimanapun Persib bermain, disana pasti ada Viking. Termasuk jika bermain di Jakarta. Semua menjadi lautan biru.
Inilah yang membuat anak muda ibukota iri. Selain kejayaan Persib kala itu, kesetiaan Viking membuat hati mereka panas. Saat itu muda-mudi betawi baru mampu membentuk kolompok kecil bernama Persija Fans Club. Walaupun begitu, kebesarkepalaan mereka sudah sangat menjadi. Hingga terjadilah insiden di stadion Menteng. Saat Persija menjamu Maung Bandung pada Liga Indonesia ke-2. Viking membirukan Ibukota dengan sekitar 9000 anggotanya. Sementara Persija Fans Club hanya berjumlah tak lebih dari 1000 orang. Rupanya bocah-bocah betawi itu tak rela kandangnya dikuasai supporter kota lain. Mereka pun membuat ulah. Seakan lupa jumlah mereka tak lebih dari 10% anak-anak Bandung. Hingga akhirnya, mereka mendapatkan akibatnya. Dengan kuantitas yang hanya satu tribun VIP, lemparan batu diarahkan Viking pada lokasi mereka menonton. Dan itu dilakukan Viking di Jakarta. Hal yang tidak berani dilakukan bocah Jakarta di Kota Kembang.


Singkat cerita, pada tahun 1997, muda-mudi ibukota ikut-ikutan membentuk perkumpulan supporter. Mereka menamakannya the jakmania. Kebodohan the jak terekspos keseluruh negeri ketika mereka tak berdaya menghadapi Viking dalam kuis Siapa Berani. Kuis yang menguji wawasan dan kemampuan berpikir. Itu merupakan edisi khusus kuis Siapa Berani, edisi supporter sepak bola. Menghadirkan Viking, the jak, Pasoepati (Solo), Aremania, dan ASI (Asosiasi Suporter Indonesia). Pemenangnya, Viking. Perwakilan Viking berhasil melewati babak bonus dan berhak atas uang tunai 10 juta rupiah. Seperti biasanya, rasa iri dari the jak muncul. Malu dikalahkan di kotanya sendiri, ketua the jak saat itu, Ferry Indra Syarif memukul Ali, seorang Viker yang menjadi pemenang kuis. Sungguh perbuatan yang tidak pantas dilakukan oleh seorang ketua. Ketuanya saja begitu, apalagi anak buahnya?

Kejadian itu terjadi di kantin Indosiar, ketika dilangsungkannya acara pemberian hadiah. Kontan keributan sempat terjadi, namun berhasil diatasi. Kesirikan the jak tak sampai disitu. Mereka menghadang rombongan Viking dalam perjalanan pulang menuju Bandung, tepatnya di pintu tol Tomang. Anak-anak Bandung yang berjumlah 60 orang pulang dengan menggunakan dua mobil Mitsubishi Colt milik Indosiar dan satu mobil Dalmas milik kepolisian. Ketiga mobil ini dihadang sebuah Carry abu-abu. Dua lolos, namun nahas bagi salah satu Mitsubishi Colt yang ditumpangi para anggota Viking. Mobil itu terperangkap gerombolan the jak. Kontan, mobil dirusak, Viking disiksa, dan uang para pendukung pangeran biru itu pun dijarah. Termasuk handphone dan dompet mereka. Tercatat sembilan anggota Viking mengalami luka-luka. Tiga diantaranya terluka parah. Namun sayang, pihak kepolisian lamban dalam menyelesaikan kasus ini. Termasuk dalam menangkap the jak yang merampok dan menganiaya anggota Viking Persib Club.

Sekarang permusuhan the Jakmania kontra Viking menjadi warna tersendiri bagi sepakbola Indonesia. Seorang sutradara tertarik menjadikan perseteruan ini sebagai inspirasi dalam filmnya yang berjudul ROMEO & JULIET. Di tengah perseteruan, Viking justru kompak untuk menolak film ini dengan alasannya masing2. Ketua Viking dengan didukung anggotanya membuktikan ucapannya dengan menggagalkan pemutaran film ini. Sementara di Jakarta justru sebaliknya, meski pimpinan menyatakan akan menuntut tapi toh hampir semua bioskop2 di jabodetabek dipenuhi oleh The Jakmania.

setiap kubu memiliki versi cerita dan statment masing-masing, dimana rata-rata memiliki perbedaan. Statment di atas adalah salah satu statment yang sedikit kontroversial, tapi bagaimana cara kita memandangnya mudah-mudahan kearah positif.

Persib v Persija, Duel Klasik Seumur Jagung

Dalam beberapa musim terakhir, pertemuan Persib Bandung dengan Persija Jakarta selalu menarik dinanti. Unsur dendam, gengsi dan historis melebur jadi satu sebagai warna kental untuk menggambarkan duel Maung Bandung melawan Macan Kemayoran.
Bicara rating televisi, laga Persib melawan Persija bisa sangat mendongkrak bahkan mungkin melewati laga-laga lainnya di Indonesia Super League (ISL). Sebab, perhatian tak hanya diberikan bobotoh maupun Jakmania. Publik sepak bola nasional secara umum pun acap memberikan perhatian sama besarnya.
Tidak mengheran jika kemudian laga Persib melawan Persija seringkali disebut-sebut sebagai duel klasik atau derby Indonesia layaknya persaingan antara Barcelona dan Real Madrid di Spanyol, Manchester United dan Liverpool di Inggris atau Glasgow Celtic dan Glasgow Ranger di Skotlandia.
Namun, jika bicara ke sisi historis, nilai gengsi dan persaingan antara kedua klub sebenarnya baru seumur jagung. Sebab, di mata mantan pemain Persib era Perserikatan, Adeng Hudaya. Jika bicara gengsi dan sejarah, maka pertemuan Persib dan PSMS Medan yang selayaknya disebut sebagai duel klasik.
Penilaian Adeng cukup beralasan, sebab di era 1980’an Maung Bandung dan Ayam Kinantan selalu berpacu dan terlibat dalam duel-duel genting. Hal itu tergambar dari laga final kompetisi Perserikatan 1983 dan 1985 yang melibatkan kedua tim.
”Kalau mau memilah, sebenarnya pertemuan Persib dan PSMS yang dulu sering menyita perhatian publik. Persaingannya tidak hanya antar klub juga antar suporter. Di era Perserikatan, setiap Persib lawan Persija, nilai gengsinya mungkin gak terlalu terasa,” tutur Adeng yang tercatat pernah menjabat sebagai Kapten Maung Bandung sepanjang 12 tahun.
Emosi pertemuan Persib dan Persija bisa dikatakan baru terasa lebih dari biasanya setelah dua kelompok suporter dari masing-masing klub terlibat perseteruan di akhir 1990’an atau awal 2000’an. Perseteruan antar kelompok suporter inilah yang kemudian diyakini jadi embrio kian mencuatnya persaingan kedua tim.
Terlepas dari itu, meski nilai gengsi dan historis yang kemudian melahirkan istilah duel klasik untuk menggambarkan pertemuan Persib dan Persija baru seumur jagung. Sorotan publik sepak bola nasional, Minggu (27/5) tetap akan lebih tertuju ke Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta yang bakal jadi arena duel mempertaruhkan gengsi klub

Tidak ada komentar:

Posting Komentar